BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Filsafat Hukum Alam (Natural Law) lahir sejak
zaman Yunani, berkembang di zaman Romawi sampai ke zaman modern ini. Pemuka Hukum
Alam adalah Plato (429-347 SM), Aristotle ( 348-322 SM ) zaman Yunani, Marcus
Tullius Cicero (106-43 BC) zaman Romawi, St. Agustine (354-430), dan St. Thomas
Aquinas (1225-1274) dari kalangan Kristen, Grotius (1583-1645), Thomas Hobbes
(1588-1679), John Locke (1632-1704).
Teori Hukum berkenaan dengan pertanyaan, apa
yang dimaksud dengan Hukum Alam (Natural Law)? Dihubungkan dengan Teori Hukum
Alam (Natural Law), maka Teori Hukum lebih berhubungan dengan karakter dari
hukum atau karakter dari suatu sistem hukum daripada isinya, yaitu peraturan
perundang-undangan yang spesifik. Namun demikian, setiap penjelasan yang tepat
mengenai Hukum Alam (Natural Law), akan mengakomodasi fungsi dan administrasi
dari ketentuan-ketentuan hukum tertentu dari suatu sistem hukum. Hal ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, ada yang menekankan kepada satu atau lebih
aspek khusus di dalam mana hukum positif beroperasi. Analisis hukum yang
lainnya memberikan tekanan yang khusus kepada kekuasaan dan posisi dari pembuat
undang-undang, sementara yang lainnya memberikan penekanan kepada pengadilan,
yang lainnya melihat sikap dari masyarakat yang menjadi subjek hukum, dan
lainnya lagi menekankan kepada moral dan nilai-nilai sosial di mana hukum itu
bertujuan untuk mereflesikannya dan mendorongnya. Analisis dari unsur-unsur
hukum seperti tersebut di atas, metode pendekatannya umumnya dikenal sebagai
“doktrin Hukum Alam”, “positivisme”, dan “realisme”, kesemuanya menawarkan
sesuatu yang sangat berharga untuk diperhatikan dan dengan demikian membuatnya
saling bersaing, kadang-kadang menimbulkan konflik, dalam usaha untuk mendapat
pengakuan. Kontribusi masing-masing seringkali digunakan sebagai alasan kritik
terhadap metode yang lain.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian
Hukum alam.
2.
Teori-teori
hukum alam menurut para Tokoh.
3.
Bagaimana
perbedaan antara hukum alam dan hukum manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Hukum Alam
Pembahasan
tentang sifat daripada hukum, sebagian mengenai “hukum dari alam” (“the law of
nature”). Berdasarkan idologi tertentu yang ada dibalakangnya, berbagai nama
dipergunakan untuk subjek yang sama, seperti hukum alam semesta (the law of the
universe), hukum Tuhan (the law of God), hukum yang kekal/abadi (the eternal
law), hukum dari umat manusia (the law of mankind) dan hukum dari akal (the
eternal of reason).[1]
Klaim
yang sentral terhadap “hukum dari alam” (“the law of nature”) ialah apa yang
sifatnya alamiah, yang seharusnya terjadi. Hukum dari alam (“the law of
nature”) seharusnya menjadi hukum yang mengatur untuk semua benda, termasuk
manusia dan hubungan-hubungan manusia. Hipotesa dari asumsi di belakang teori
ini, bahwa hukum atau seperangkat hukum menguasai atau mengatur semua hal,
apakah itu grafitasi, gerakan, phisik, dan reaksi kimia, insting binatang atau
tindakan manusia. Boleh dikatakan tindakan kita yang tertentu dan reaksinya
ditentukan oleh hukum dari alam (the law of nature) dan segala yang terjadi
berlawanan adalah berlawanan dengan alam. Jika sebuah batu dijatuhkan dalam
keadaan gravitasi normal, ia akan menentang hukum grafitasi jika terangkat ke
udara. Menurut hukum gravitasi, batu itu akan jatuh ke bawah, namun demikian
batu itu tidak mempunyai akal dan tidak memiliki kapasitas untuk memilih apa
yang ia inginkan. Sebaliknya, manusia memiliki kemampuan dalam berbagai
kombinasi. Hukum alam yang di terima sebagai hukum tersebut bersifat tidak
tertulis. Hukum alam ditanggapi tiap-tiap orang sebagai hukum oleh sebab
menyatakan apa yang termasuk alam manusia sendiri, yaitu kodratnya. Dalam
Bahasa Indonesia Istial “Hukum alam” lebih mendekatkan LEX naturae dalam
arti yang umum, yaitu sebagai daya yang menyebabkan bahwa segala yang ada
didunia ini berjalan menurut aturan yang telah di tetapkan. Karenanya untuk
mengungkapkan arti lex naturalis sebaiknya di pakai istilah lain yaitu
hukum kodrat.
Hukum
kodrat lebih kuat dari pada hukum positif sebab menyangkut makna kehidupan
manusia itu sendiri. Karenanya hukum itu mendahului hukum yang dirumuskan dalam
undang-undang tersebut. Dengan kata lain hukum adalah aturan, basis bagi aturan
itu ditentukan dalam aturan alamiah yang terwujud dalam kodrat manusia.[2]
B.Hukum
Kodrat dalam sejarah
a.Zaman
Klasik
Tokohnya
adalah Aristoteles. Menurut aristoteles manusia sebagai makhluk politik ( zoon
politicon ) harus menyumbang bagi Negara yang merupakan kewajiban alamiah
bagi laki-laki yang mempunyai hak-hak Yuridis sebagai warga polis.
b.Abad
Pertengahan
Tokohnya
adalah Thomas Aquinas. Menurut Aquinas hukum kodrat sebagai prinsip-prinsip
segala hukum positif, berhubungan langsung dengan manusia dan dunia sebagai
ciptaan Tuhan. Prinsip-prinsip tersebut di bagi menjadi dua, yaitu :
1.
Prinsip hukum kodrat primer,
yaitu prinsip hukum yang telah dirumuskan oleh para pemikir Stoa zaman klasik.
Prinsip hukum kodrat primer yaitu :
(
Hidup terhormat ),
(
Tidak merugikan orang lain ),
(
Memberikan orang lain sesuai haknya ).
2.
Prinsip hukum kodrat sekunder,
yaitu norma-norma moral seperti jangan membunuh, mencuri dan lain sebagainya.
Dalam
hal ini Thomas Aquinas menggabungakan lex Naturalis dengan lex
Aeterna ( hukum abadi ) yang ada pada Tuhan, dalam defenisinya : ( hukum kodrat itu tidak lain adalah
partisipasi hukum abadi dalam ciptaan yang berakal budi ).
c.Zaman
rasionalisme
Pada
Zaman ini lazim diterima bahwa hukum kodrat sebagai pernyataan akalbudi praktis
manusia. Para pemikir zaman ini cenderung menyusun suatu daftar hukum kodrat
yang dianggap tetap berlaku dan abadi. Pada zaman ini Hugo Grotius menyatakan
prinsip hukum a priori, yaitu hukum kodrat yang berlaku positif. Menurut
Grotius, ada dua macam prinsip-prinsip dalam konsepnya tersebut, yaitu :
1.
Prinsip-prinsip dasar, meliputi :
prinsip kupunya-kaupunya, prinsip kesetiaan pada janji, perinsip ganti rugi,
prinsip perlunya hukuman.
2.
Prinsip-prinsip yang melekat pada
subjek hukum, meliputi hak atas kebebasan, hak untuk berkuasa atas orang lain,
hak untuk berkuasa sebagai majikan, hak untuk berkuasa atas milik.
d.Awal
abad XX
Pada
awal abad ini beberapa pemikir berusaha lagi untuk menyusun suatu daftar hukum
kodrat, diantaranya Messner. Menurut messner hukum kodrat sama dengan
prinsip-prinsip dasar bagi kehidupan sosial dan individual. Defenisi hukum
kodrat dari messner berbunyi : Das Naturrecht ist die ordnung der in der
mensnhilhen nature mit ihren Eigenverantwortlichkeiten( hukum kodrat ) adalah
aturan hak-hak ( kompetensi ) khas baik pribadi maupun masyarakat yang berakar
dalam kodrat manusia yang bertanggung jawab sendiri ). Menurut Messner terdapat
tiga macam hukum kodrat, yaitu : [3]
1. Hukum
kodrat primer yang mutlak, yaitu memberikan kepada tiap orang sesuai haknya.
Dari prinsip ini diturunkan prinsip-prinsip umum seperti jangan membunuh, dan
seterusnya.
2. Hak
fundamental, yaitu kebebasan batin, kebebasan agama, hak atas nama baik, hak
atas privacy, hak atas pernikahan, hak untuk membentuk keluarga, dan
sebagainya.
3. Hukum
kodrat sekunder, yaitu hak yang diperoleh karena berkaitan dengan situasi
kebudayaan, misalnya hak milik dan azas-azas hukum adat.
C.Akal dan hukum Alam
Kini kekuasaan intelektual dari akal menggantikan kekuasaan
spiritual dari hukum tuhan. Adalah Hugo Grotius yang telah member ungkapan
klasik bagi dasar-dasar baru baik bagi hukum alam maupun untuk prinsip-prinsip
hukum internasional. Sistem Aristoteles merupakan sumber kearifan, tetapi
Grotius membelokkanya untuk keperluan yang berbeda.
Menurut Grotius, sifat manusia yang khas adalah keinginannya untuk
bermasyarakat, untuk hidup tenang bersama kawan-kawan, dan ini sesuai dengan
watak inteleknya. Prinsip-prinsip hukum alam berasal dari sifat intelek manusia
yang menginginkan suatu masyarakat yang penuh damai. Prinsip-prinsip itu
terlepas dari perintah tuhan. “ Hukum alam sangat kekal, hingga oleh tuhan pun
tidak dapat diubah. “Menurut Grotius prinsip-prinsip akal ini dapat di kurangi
dengan dua cara yang berbeda : A Priori, dengan menguji segala sesuatu dalam
hubungnnya dengan sifat rasional dan sifat sosial manusia, dan A posteriori,
dengan menguji penerimaan prinsip-prinsip ini diantara bangsa-bangsa
Grotius mengatakan bahwa yang pertama adalah cara yang lebih halus.
Dalam karya Grotius, ide tentang hukum alam sekali lagi di
asumsikan mempunyai fungsi konstruktif dan praktis, dapat disamakan dengan apa
yang dilakukan orang-orang di zaman tumbuhnya hukum romawi menuju sistem
cosmopolitan. Dalam kedua kasus itu dasarnya dibentuk oleh prinsip yang
dikurangi sebagian dan prinsip yang sebagian dan perinsip dapat di terima umum.
Dalam hukum internasional, hukum alam secara gradual dan secara halus dikurangi
posisi superiotasnya atas tindakan-tindakan Negara, menjadi rumusan kosong yang
cukup baik untuk menyuarakan tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh Negara-negara
tetapi terlalu lemah untuk turut campur secaranyata.[4]
D.Teori Hukum Alam
1.
TEORI HUKUM ALAM ( tokoh : aristoteles, Thomas aquino dan hugo de groot/
grotius)
Kenapa
orang tunduk dan taat pada hokum ?
Menurut
aristoteles :
- hukum
berlaku karena penetapan Negara
- hukum
tidak tergantung pada pandangan manusia tentang baik buruknya
- hukum
alam sebagai hukum yang asli berlaku dimana saja tidak tergantung waktu dan tempat
, orang-orang yang berfikiran sehat merasakan hokum alam selaras dengan kodrat
manusia.
Menurut Thomas Aquino : segala kejadian dalam ini di perintah dan
dikendalikan oleh suatu UU abadi ( lex eterna) yang menjadi dasar kekuasaan
dari semua peraturan lainnya . lex aterna kehendak pikiran tuhan yang menciptakan dunia
ini.
Menurut
Thomas Aquino pula hukum alam memuat dua azas yaitu :
a. azas umum ( principia prima) : azas yang
dengan sendirinya dimiliki manusia sejak lahir dan mutlak diterima ( contoh :
berbuat baik) .
b. azas diturunkan dari azas umum (
principia secundaria) : azas yang merupakan tapsiran dari principia prima yang
dilakukan manusia
·
Thomas
Aquino membagi 4 macam golongan hukum alam
sebagai berikut :
1. lex aetrna ( hukum abadi)
: yaitu rasio tuhan sendiri yang mengatur segala hal yang ada sesuai dengan
tujuan dan sifatnya , merupakan sumber segala hokum.
2. lex divina ( hukum
ketuhanan ) : sebagian kecil dari rasio tuhan yang diwahyukan kepada manusia.
3. lex naturalis ( hukum
alam) : bagian dari lex divina yang dapat di tangkap oleh rasio manusia atau
merupakan penjelmaan lex aeterna didalam rasio manusia.
·
Hugo
De Groot/ grotius dalam bukunya de jure oc pacis bahwa sumber hukum
alam adalah akal manusia.
a. TEORI SEJARAH ( fried cral vo savigny
1779-1861) hukum itu penjelmaan jiwa / rohani manusia , hukum bukan disusun /
diciptakan manusia tetapi tumbuh sendiri ditengah rakyat dan akan mati bila
suatu bangsa kehilangan kepribadiannya
b. TEORI TEOKRASI : teori ini mendasarkan
kekuatan hukum itu atas kepercayaan pada tuhan , manusia di perintahkan tuhan
harus tunduk pada hukum . Tujuan dan legitimasi hukum dikaitkan dengan kepercayaan agama
c. TEORI KEDAULATAN RAKYAT : ( Rousseau) : akal
dan rasio manusia , sebagaimana aliran rasionalisme , raja atau penguasa Negara
memperoleh kekuasaan bukan dari tuhan tetapi dari rakyatnya melalui suatu
perjanjian masyarakat ( kontrak social ) yang diadakan antara anggota
masyarakat untuk mendirikan Negara
d. TEORI KEDAULATAN NEGARA ( Hans kelsen) ; hukum
ditaati karena Negara menghendakinya , hukum adalah kehendak Negara dan Negara
punya kekuasaan tak terbatas
e. TEORI KEDAULATAN HUKUM ( prof. Mr. Crabe ,
Hugo De Groot, Imanuel Kant & Leon Duguit ) : sumber hukum itu rasa
keadialan hukum hanyalah apa yang memenuhi rasa keadilan dari jumlah terbanyak
orang, tidak dapat mengikat peraturan demikian bukanlah hukum , walaupun masih
ditaati atau pun dipaksakan.
f. TEORI KESEIMBANGAN ( prof. Mr. R. Kranenburg)
: kesadaran hukum orang menjadi sumber hukum , hukum itu berfungsi menurut
suatu dalil yang nyata.
Hukum alam (Natural Law atau Law of Nature) adalah sistem hukum
yang konon ditentukan oleh alam, dan oleh karenanya bersifal universal.
Teori-teori
Hukum Alam dapat dibagi atas beberapa macam yaitu:
1. Hukum Alam yang bersifat otoriter dan
yang bersifat fakultatif. Hukum Alam sebagai hukum yang mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi daripada hukum positif (ius constitutum), di lain sisi Hukum
Alam sebagai cita-cita (ius constituendum) dengan mana hukum positif harus
disesuaikan;
2. Hukum
Alam yang progresif (maju/ dinamis) dan yang konservatif (kaku/ statis). Teori
ini diilhami oleh dua macam cita-cita, pertama, adanya ketertiban/ keteraturan
(order) yang menguasai umat manusia yang nantinya melahirkan hukum positif,
kedua, hak-hak azazi yang tidak dapat dipisahkan dari orang perorang yang
nantinya melahirkan hukum-hukum yang sosiologis.
3. Hukum Alam yang relijius/ agamis dan yang
profane/ rasionalis. Hukum Alam memberi ilham kepada kaum relijius/ agamis,
dilain sisi ia juga mengilhami teori-teori kaum Individualistis.
4. Hukum Alam yang bersifat mutlak/ absolut
dan yang bersifat relative/ nisbi. Feodalisme yang mencerminkan hukum absolute
atau hukum Jawa Kuno dengan ungkapan “sabda pandhito ratu”.
E.Pemikir Teori Hukum Alam
Cukup
banyak filsuf yang menjadi pemikir atau penggagas teori hukum alam. Pemikiran
masing-masing tokoh hukum alam tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Plato (472-347 SM), meskipun Plato tidak
memiliki teori secara eksplisit mengenai hukum alam, namun pemikirannya tentang
alam, menurut John Wild, mengandung beberapa elemen yang ditemukan dalam teori
hukum alam. Menurut Plato, kita semua hidup dalam dunia yang tertata. Inti dari
dunia yang tertata ini, atau alam, adalah bentuk-bentuk, yang paling
fundamental adalah Bentuk Kebaikan, yang Plato menguraikannya sebagai “wilayah
yang paling cemerlang dari suatu makhluk”. Bentuk Kebaikan adalah asal mula
segala hal dan jika itu terlihat maka akan menuntun seseorang untuk berbuat
secara bijak.
b. Menurut Aristoteles (384-322 SM), Hukum
Alam ialah “Hukum yang oleh orang-orang berpikiran sehat dirasakan sebagai selaras
dengan kodrat alam.”Segala yang diperintahkan oleh hukum dapat berbeda antara
tempat yang satu dengan tempat yang lain, tetapi segala yang diperintahkan
“oleh alam” akan selalu sama dimanapun. Oleh karenanya, hukum alam lebih
merupakan sebuah paradoks daripada sesuatu yang secara nyata eksis/ ada.
c. Menurut Marcus Tullius Cicero (106-43
SM), dengan aliran stoic-nya, konsep Hukum Alam diartikan sebagai prinsip yang
meresapi alam semesta, yaitu akal yang menjadi dasar bagi hukum dan keadilan. Tujuan
dari hukum positif adalah untuk menciptakan ‘keamanan penduduk, pelestarian
negara, dan kedamaian dan kebahagiaan umat manusia’. Menurut pandangan ini,
‘undang-undang yang kejam dan tidak adil’ adalah ‘bukan hukum’, karena di dalam
definisi hukum yang sebenarnya terkandung ide dan prinsip untuk memilih yang
adil dan benar.
d. Menurut Thomas van Aquino (1225-1274),
penganut hukum alam dari aliran scholastik, bahwa segala kejadian di alam dunia
ini diperintah dan dikemudikan oleh akal ketuhanan, hukum ketuhanan adalah yang
tertinggi. Hukum dibagi ke dalam empat golongan:
Lex
Aeterna, rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala sesuatu dan merupakan sumber
dari segala hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia;
Lex
Divina, bagian dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap panca indera manusia
berdasarkan waktu yang diterimanya;
Lex
Naturalis, hukum alam, yaitu penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio
manusia;
Lex
Positivis, hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh manusia
berkaitan dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia. Hukum
positif dibagi menjadi dua, yaitu hukum positif yang dibuat oleh Tuhan
(kitab-kitab suci) dan hukum positif yang dibuat oleh manusia.[6]
e. Hugo de Groot (1583-1645), dalam bukunya
“De jure belli ac pacis” (tentang hukum perang dan damai), mengatakan bahwa
sumber Hukum Alam adalah pikiran atau akal manusia. Hukum alam ialah
pertimbangan yang menunjukkan mana yang benar dan mana yang tidak benar.
F.Fungsi Hukum Alam
Menurut Soedjono Dirdjosisworo dalam Ishaq, fungsi hukum alam
terhadap hukum positif adalah sebagai berikut:
a. Hukum alam sebagai sarana
koreksi bagi hukum positif.
b. Hukum alam menjadi inti
hukum positif seperti hukum internasional.
c. Hukum alam sebagai pembenaran
hak asasi manusia.
d. Menurut Friedman dalam
Satjipto Rahardjo, fungsi hukum alam adalah sebagai berikut:
e. Instrumen utama pada saat hukum perdata
Romawi kuno ditransformasikan menjadi suatu sistem internasional yang luas.
f. Menjadi senjata yang dipakai oleh kedua
pihak (pihak gereja dan pihak kerajaan) dalam pergaulan mereka.
g. Keabsahan hukum
internasional ditegakkan atas nama hukum alam.
h. Menjadi tumpuan pada saat orang melancarkan
perjuangan bagi kebebasan individu berhadapan dengan absolutisme.
G.Kekuatan dan Kelemahan Hukum Alam
Prinsip utama hukum alam adalah hukum tersebut bersifat universal.
Nilai-nilai yang diajarkan dalam hukum alam berlaku bagi semua pihak, tidak
berubah karena kaitannya dengan alam. Unversalitas tersebut menjadi kekuatan
hukum alam, karena ia menjadi ukuran validitas hukum positif. Hukum alam dapat
digunakan sebagai landasan dalam melakukan kritik terhadap keputusan-keputusan
dan peraturan-peraturan, dan bahkan mengkritik hukum. Universalitas ini
terlihat pada pemberlakuan nilai-nilai (values) dan moral, yakni dengan
nilai-nilai yang diturunkan dari Tuhan, yang secara filosofis menjadi acuan
bagi pembentukan hukum positif. Dengan kekuatan tersebut, hukum alam dapat
memberikan jawaban atas persoalan-persoalan moral yang tidak dapat diselesaikan
oleh hukum masa kini.
Namun demikian, universalitas tersebut juga menjadi kelemahan dari
hukum alam sendiri. Karena sifatnya yang universal, maka perlu untuk dilakukan
‘positivisasi’ nilai-nilai dalam hukum alam tersebut, agar secara konkrit dapat
diketahui bentuk hukumnya untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sosial.
Prinsip-prinsip dalam hukum alam bersifat abstrak, sehingga perlu
di-‘breakdown’ atau diterjemahkan ke dalam peraturan yang lebih konkrit.
Mengacu
pada Struktural-Fungsional (Talcott Parson), secara singkat dapat dikatakan
bahwa kekuatan hukum alam adalah pada nilai-nilainya (the values) dan
kelemahannya adalah pada kekuatan berlakunya (the energy).
H.Hukum Alam Zaman Modern
Periode zaman Renaissance di Eropa, perdebatan tentang Hukum Alam
terkait dengan issue hak-hak individu manusia dan batas-batas dari pemerintah.
Hugo Grotius, Thomas Hobbes dan John Locke banyak menulis tentang Hukum
Internasional adalah pemuka Hukum Alam Zaman Modern. Kemudian pemikiran Hukum
Alam Zaman Modern dimulai oleh John Finnis, pemikirannya adalah aplikasi dari
pandangan Thomas Aquinas yang berhubungan dengan masalah etika.
Pemuka
Hukum Alam lainnya dalam zaman modern adalah Lon Fuller yang menolak secara
tegas apa yang dilihatnya sebagai teori Hukum Positif. Fuller mengatakan bahwa
hukum itu sebagai tingkah laku manusia yang menentukan peraturan-peraturan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemukan-pemuka
Hukum Alam Tradisional adalah Cicero dan Thomas Aquinas. Cicero berpendapat
Hukum Alam itu tidak berubah-rubah dan tidak mempunyai perbedaan dalam
masyarakat yang berbeda. Setiap orang mempunyai akses kepada standar dari hukum
yang tertinggi ini dengan menggunakan akal. Hukum yang tertinggi itu
adalah pencerminan Divine Law atau Hukum Tuhan.
Selanjutnya
Thomas Aquinas mengatakan hukum ada empat macam : the eternal law, the natural
law, the divine law, and human (positive) law. Menurut Aquinas, Hukum Positif
berasal dari Hukum Alam. Kadang-kadang Hukum Alam mendiktekan bagaimana
seharusnya Hukum Positif. Misalnya, Hukum Alam mensyaratkan bahwa pembunuhan
itu terlarang. Pada lain waktu Hukum Alam memberikan ruang kepada manusia untuk
memilih (berdasarkan adat lokal atau pilihan kebijakan). Hukum Alam menghendaki
peraturan jalannya mobil untuk keselamatan pihak lain. Akan tetapi Hukum Alam
memberikan keleluasaan kepada pilihan manusia, jalan di sebelah kiri atau di
sebelah kanan, kecepatan kendaraan 55 mil/jam atau 65 mil/jam. Perdebatan
tentang pemikiran Aquinas terus berlangsung, misalnya, apakah Aquinas percaya
Norma Moral berasal secara langsung dari pengetahuan manusia atau berdasarkan
pengalaman penjelmaan alam atau produk dari pengertian praktis dan pemikiran
berdasarkan pengalaman manusia.
Reaksi
dari ajaran ini datang pada abad-abad berikutnya dimana ada perbedaan dan
kemungkinan timbulnya konflik antara Hukum Alam (Natural Law) dan hukum yang
dibuat manusia. Pada zaman Yunani, Aritoteles dan Plato membangun kembali Hukum
Alam (Natural Law). Sampai hari ini hanya Aristoteles yang mempunyai pengaruh
terbesar dalam doktrin Hukum Alam (Natural Law). Aristoteles menganggap manusia
adalah bagian dari alam, bagian dari sesuatu, tetapi juga, diikuti dengan akal
yang cemerlang, yang membuat manusia sesuatu yang istimewa dan memberikannya
kekhususan yang menonjol.
Dalam
perkembangan selanjutnya Thomas Hobbes mempunyai motif politik dengan
menggunakan Hukum Alam (Natural Law) untuk membenarkan perlunya pemerintahan
yang absolut, kekuasaan politik yang besar untuk melindungi rakyat biasa
melawan mereka sendiri dan melawan kekurangan/kelemahan mereka sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Dominikus
Rato,1998 Filsafat Hukum Mencari Menemukan dan Memahami Hukum,
(Surabaya : PT Astana Mas).
Anshori Abdul Ghofur , 2009.
Filsafat Hukum Sejarah Aliran dan Pemaknaannya. (Yogyakarta : UGM
Press,).
Friedmann W
2008, Teori dan Filsafat Hukum, ( Jakarta : PT Raja Grafindo persada ).
Strauss, Leo (1968). "Natural Law". International
Encyclopedia of the Social Sciences. Macmillan. dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Natural_law
[1]
. Dominikus Rato,
Filsafat Hukum Mencari Menemukan dan Memahami Hukum, (Surabaya : PT Astana Mas,1998 ). hal.190.
[2]
. Abdul
Ghofur Anshori, Filsafat Hukum
Sejarah Aliran dan Pemaknaannya. ( Yogyakarta : UGM Press, 2009 ). hlm. 88.
[4] . W.
Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum, ( Jakarta : PT Raja Grafindo persada2008 ), hlm 71.
[6] . Strauss, Leo
(1968). "Natural Law". International Encyclopedia of the Social
Sciences. Macmillan. dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Natural_law